Pengertian Teks
Cerita Sejarah
Teks cerita sejarah adalah
teks yang menjelaskan dan menceritakan tentang fakta dan kejadian masa lalu
yang menjadi latar belakang terjadinya sesuatu yang mempunyai nilai sejarah.
Sumber: www.google.com//novelsejarah
Ciri – Ciri Teks Sejarah
Adapun ciri-ciri yang dimiliki oleh teks sejarah, diantaranya:
- Disajikan
secara kronologis atau urutan peristiwa atau urutan kejadian.
Bentuk teks cerita ulang (recount)- Struktur
teksnya: orientasi, urutan peristiwa, reorientasi.
- Sering
menggunakan konjungsi temporal.
- Isi
berupa fakta.
- Dapat
bersifat naratif dan deskriptif
- Disajikan
dengan daya khayal pengetahuan yang luas dari pengarang
Perbedaan Novel Sejarah dengan Teks Sejarah
Novel
Sejarah |
Teks
Sejarah |
Menggambarkan
sesuatu yang tidak pernah terjadi. |
Menunjuk
kepada hal-hal yang pernah ada atau benar-benar terjadi. |
Novelis
bebas untuk menciptakan karya dengan imajinasinya. |
Sejarawan
terikat pada keharusan, yaitu bagaimana sesuatu sebenarnya terjadi di masa
lampau, tidak ditambah dan direka. |
Faktor perekayasaan pengaranglah yang mewujudkan
cerita sebagai suatu kebulatan atau koherensi, dan sekali-kali ada relevansinya dengan
situasi sejarah. |
Sejarawan
perlu menunjukkan bahwa yang ada sekarang dan di sini dapat dilacak
eksistensinya di masa lampau, sebagai bukti dari apa yang direkonstruksi
mengenai kejadian di masa lalu. |
Pengarang
novel tidak terikat pada fakta sejarah,
dapat berupa fiksi tanpa bukti, berkas, atau saksi. |
Sejarawan
sangat terikat pada fakta mengenai apa, siapa, kapan, dan di mana. |
Struktur Teks Cerita (Novel) Sejarah
Pengenalan situasi cerita (exposition, orientasi)
Disajikan dengan mengenalkan tokoh, menata adegan, hubungan antartokoh, setting waktu dan tempat.
Pengungkapan peristiwa
Disajikan dengan menimbulkan berbagai masalah, pertentangan, ataupun kesukaran bagi para tokoh.
Menuju konflik (rising
action)
Ditandai dengan
terjadinya peningkatan perhatian kegembiraan, kehebohan, atau
keterlibatan berbagai situasi
yang menyebabkan bertambahnya kesukaran.
Puncak
konflik (turning point, komplikasi)
Puncak konflik atau klimaks dari
cerita, yaitu bagian cerita yang paling
besar dan mendebarkan.
Penyelesaian
(evaluasi, resolusi)
Kondisi akhir dari nasib akhir yang
dialami tokoh utama.
Koda
Penutup yang berupa komentar
terhadap keseluruhan isi cerita.
Beberapa ciri kebahasaan
novel sejarah adalah sebagai berikut :
1. Menggunakan banyak kalimat bermakna lampau
· Contoh: Prajurit-prajurit yang telah diperintahkan membersihkan gedung bekas asrama telah menyelesaikan tugasnya.
2. Banyak menggunakan kata yang menyatakan urutan waktu (konjungsi kronologis, temporal), seperti: sejak saat itu, setelah itu, mula-mula, kemudian.
·
Contoh: Setelah juara
gulat itu pergi, Sang Adipati bangkit dan berjalan tenang-tenang masuk ke
Kadipaten.
3. Banyak menggunakan kata kerja yang menggambarkan suatu tindakan (kata kerja material).
·
Contoh:
a. Di depan Ratu Biksuni Gayatri yang berdiri, Sri Gitarja duduk bersimpuh.
b. Ketika para Ibu Ratu menangis yang menulari siapa pun untuk menangis, Dyah Wiyat sama sekali
tidak menitikkan air mata.
4. Banyak menggunakan kata kerja yang menunjukkan kalimat tak langsung sebagai cara menceritakan tuturan seorang tokoh oleh pengarang. Misalnya, mengatakan bahwa, menceritakan tentang, menurut, menggungkapkan, menanyakan, menyatakan, menuturkan.
·
Contoh:
a.
Menurut Sang patih, Galeng telah periksa seluruh kamar Syahbandar dan ia telah
melihat banyak botol dan benda-benda yang ia tak tahu nama dan gunanya.
b. Riung Samudera menyatakan bahwa ia masih bingung dengan semua
penjelasan kendit Galih tentang masalah itu.
5. Banyak menggunakan kata kerja yang menyatakan sesuatu yang dipikirkan atau dirasakan oleh tokoh (kata kerja mental). Misalnya, merasakan, mengingikan, mengharapkan, mendambakan, menganggap.
· Contoh:
a.
Gajah Mada sependapat dengan Jalan pikiran Senopati Gajah Enggon.
b. Melihat itu, tak seorang pun yang menolak karena semua
berpikir Patih Gajah Mada memang mampu dan layak berada di tempat
6. Menggunakan banyak
dialog. Hal ini ditunjukkan oleh tanda petik ganda ("...") dan kata kerja yang
menunjukkan tuturan langsung.
· Contoh:
“Mana
surat itu?”
“Ampun,
Gusti Adipati, Patik takut maka Patik bakar.”
7. Menggunakan kata-kata sifat (descriptive language) untuk menggambarkan tokoh, tempat, atau suasana
· Contoh :
Dari apa yang terjadi itu
terlihat betapa besar wibawa Gajah Mada, bahkan beberapa prajurit harus
mengakui wibawa yang dimiliki Gajah Mada jauh lebih besar dari wibawa
Jayanegara. Sri Jayanegara masih bisa diajak bercanda, tetapi tidak dengan
Patih Gajah Mada, sang pemilik wajah yang amat beku itu.
8.
Menggunakan Pronomina (kata ganti) yaitu kata yang
dipakai untuk menggantikan benda dan menamai seseorang atau sesuatu secara
tidak langsung.
9. Menggunakan Frasa Adverbial yaitu kata yang menunjukan kejadian atau peristiwa, waktu,
dan tempat.
Nilai
– Nilai dalam Teks Cerita (Novel) Sejarah
1.
Nilai Budaya
yaitu nilai yang dapat
memberikan atau mengandung hubungan yang mendalam dengan suatu masyarakat,
peradaban, dan kebudayaan.
Contoh :
Dan bila orang
mendarat dari pelayaran entah jauh entahlah dekat. Ia akan berhenti di suatu
tempat berapa puluh langlah dai dermaga. Ia akan mengangkat sembah di
hadapannya berdiri Sela Baginda, sebuah batu berpahat dengan peninggalan Sri
Airlangga. Bila ia meneruskan langkah semua jalanan besar yang dilaluinya,
jalanan ekonomi sekaligus militer. Ia akan berpapasan dengan pribumi yang
berjalan tegas, gegas, sekalipun di bawah terik matahari. (Pramoedya Ananta Toer, Mangir, Jakarta, KPG,
2000)
Nilai budaya yang
terkandung : Nilai budaya Timur, yang mengajarkan hidup tenang, tidak
terburu-buru, segala sesuatunya harus dihubungkan dengan alam.
2. Nilai Moral
yaitu nilai yang memberikan
petuah atau ajaran yang berkaitan dengan etika dan moral.
Contoh:
Ketakutan selalu menjadi bagian
mereka yang tidak berani mendirikan keadilan. Kejahatan selalu menjadi bagian
dari mereka yang mengingkari kebenaran. Dua-duanya busuk. Dua –duanya menjadi
sumber keonaran di atas bumi. (Pramoedya
Ananta Toer, Mangir, Jakarta, KPG,2000)
Nilai moral yang
ditanamkan : ketakutan membela keadilan sama buruknya dengan melakukan
kejahatan.
3. Nilai Agama
yaitu nilai yang berhubungan
dengan ajaran-ajaran agama atau bersumber
pada agama.
Contoh:
Semua berdoa apapun
warna agamanya apakah Syiwa, Buddha, maupun Hindu.
Semua arah
perhatian ditujukan pada satu pandang yaitu Purawaktra yang tidak dijaga
terlampau ketat. Semua prajurit bersikap ramah kepada siapa pun demikian
seperti sikap keseharian mereka. Lebih dari itu, setiap prajurit merasakan
gejolak yang sama oleh duka mendalam atas gering yang diderita oleh Kertarajasa
Jayawardhana. (Gajah Mada: Bergelut Dengan Tahta Angkara, Langit Kresna
Hariadi)
Nilai agama terkandung pada aktivitas rakyat dari berbagai agama
mendoakan Kertarajasa Jayawardhana yang
sedang sakit.
4. Nilai Sosial
yaitu nilai yang berhubungan
dengan tata pergaulan individu dengan
masyarakat.
Contoh :
Mereka bermaksud
menyumbangkan tenaga juga. Maka jadilah dapur raksasa malam itu juga. Menyusul
kemudian bondongan gerobak mengantarkan kayu bakar dan minyak-minyakan. Dan api
pun menyala berpuluh-puluh tungku. (Pramoedya
Ananta Toer, Mangir, Jakarta, KPG,2000)
Nilai sosial yang
terkandung : Kesediaan untuk membantu pesta pernikahan.
5. Nilai Estetis
yaitu nilai yang berkaitan
dengan keindahan, baik keindahan struktur pembangun cerita, fakta cerita,
maupun keindahan proses penceritaan.
Contoh :
Betapa megah dan indah
bangunan itu karena terbuat dari bahan-bahan pilihan. Pilar-pilar kayunya atau semua bagian dari
tiang saka, belandar bahkan dari kayu usuk diraut dari kayu jati pilihan dengan
perhitungan bangunan itu, sanggup melewati waktu puluhan tahun bahkan tembus
sampai ratusan tahun. (Gajahmada : Bergelut dengan Tahta Angkara, Langit Kresna
Hariadi)
Nilai estetis yang
terkandung : terletak pada penggambaran pengarang sehingga membuat pembaca
seolah-olah merasakan hal yang terjadi.
Contoh Sinopsis Novel Sejarah Indonesia
Bumi Manusia merupakan novel karya Pramodya Ananta Toer. Novel Bumi
Manusia merupakan bagian pertama dari tetralogi Buru, tiga buku lainnya yaitu
Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca. Secara garis besar, cerita
berkisah tentang percintaan antara Minke dan Annalies Mellema yang juga menjadi pengikat cerita. Dalam perjalanannya,
penonton akan melihat Minke, seorang Jawa totok yang dekat dengan kehidupan
bangsa kolonial, dalam hal ini keluarga Annalies, yang merupakan blasteran
Indonesia-Belanda. Mellema, ayah Annalies dari Belanda, sementara Nyai
Ontosoroh , ibunya yang seorang gundik asli Jawa. Minke
bukanlah nama aslinya. Itu sebuah hinaan yang diucapkan bangsa kolonial. Ada
yang beranggapan Minke merupakan plesetan dari kata monkey atau monyet. Nama
ama asli Minke adalah Tirto Adhi Soerjo. Sebenarnya ayah Minke cukup
terpandang. Dia baru saja menjadi bupati. Namun tetap saja, ayah Minke tidak
suka kedekatannya dengan Ontosoroh. Kala itu, derajat gundik sama dengan hewan
peliharaan. Namun Minke berpandangan lain. Kedekatannya dengan Nyai Ontosoroh
membuka pandangannya tentang dunia Eropa. Nyai Ontosoroh juga cerminan budaya
Eropa yang sedang marak saat itu. Berbeda dengan pemikiran Eropa, Nyai
Ontosoroh memercikkan api perlawanan terhadap penindasan. Tidak peduli walaupun
mereka merupakan Jawa tulen. Perjuangan yang dimulai saat pengadilan akan
menggugat status Annalies dari pengasuhan Nyai Ontosoroh.
No comments:
Post a Comment